Sunday, May 29, 2005

EKONOMI PANCASILA MAJU TERUS

Awan Santosa


Belum reda duka karena kepergian Pak Muby, guru sekaligus ayah ideologis, pada hari Selasa, 24 Mei 2005 di RS Sardjito karena sakit paru-paru basah dan jantung yang diderita beliau, ketika muncul tulisan Mas Tony Prasetyantono berjudul “Perginya Legenda Ekonomi Pancasila’ (Kompas, 25 Mei 2005). Tulisan itu begitu kuat menginspirasi tanggapan saya karena berisi pertanyaan kritis, akan berlalu dan sirnakah gagasan dan perjuangan mewujudkan ide Ekonomi Pancasila seiring kepergian Pak Muby? Ungkapannya bahwa masa depan ide Ekonomi Pancasila akan menjadi tanda tanya besar pasca Mubyarto pun layak dijawab.

Benar bahwa Ekonomi Pancasila sering diidentikkan dengan Pak Muby, begitupun sebaliknya. Pak Muby-lah yang paling konsisten berpikir, menulis, dan menyuarakan ide Ekonomi Pancasila sejak tahun 1980 dalam Seminar Nasional Ekonomi Pancasila di UGM hingga saat terakhir hayat beliau. Namun, perikatan Pak Muby dengan gagasannya pun telah melahirkan anak-anak ideologis, yang saya yakin kelak akan mampu menjadi kader-kader penerus Ekonomi Pancasila. Staf ahli Pustep-UGM lah yang kiranya berkompeten dan mapan secara akademik dalam mengawal proses transformasi intelektualitas dan ideologisasi yang diwariskan pak Muby.

Ada baiknya Mas Tony, yang sedang studi di ANU, mengkonfirmasi perkembangan pemikiran Ekonomi Pancasila di tanah air. Kealpaan Mas Toni dalam memetakan aliran pemikiran ekonom bagi saya akan memupus kekhawatiran diabaikannya potensi 9 orang staf ahli Pustep-UGM, sebagai generasi ketiga pejuang Ekonomi Pancasila. Subjektif memang, saya menganggap semangat pemikiran ekonomi Bung Hatta sebagai manifestasi generasi pertama ide Ekonomi Pancasila (meskipun beliau tidak menggunakan istilah itu). Generasi keduanya adalah Pak Muby sendiri, beserta Pak Sri-Edi Swasono dan Pak Dawam Rahardjo.

Kaderisasi Jalan Terus

Di saat yang sama, transformasi kesadaran dan komitmen yang menjadi ruh pergerakan Ekonomi Pancasila sedang berlangsung. Anak-anak muda yang bermind-set Ekonomi Pancasila pun mulai bermunculan. Hingga saat terakhir hidupnya, gagasan Pak Muby belum diterima luas oleh teknokrat dan ekonom arus utama. Meski begitu, Pak Muby pergi di tengah optimisme akan kebangkitan ide Ekonomi Pancasila. Selain menulis dan berbicara di forum-forum seminar, sejak tiga bulan yang lalu beliau pun membuka program Kuliah Ekstrakurikuler Ekonomi Pancasila sebagai media pengembangan dan penyebarluasan ideologi, ilmu, dan sistem Ekonomi Pancasila.

Program yang diorganisir bersama anak-anak muda dari kelompok Sekolah Ekonomi Rakyat (SER) dan baru akan berakhir bulan Agustus nanti ini diharapkan menjadi “ruang persalinan” bagi kelahiran generasi keempat pejuang Ekonomi Pancasila. Saya berkali-kali menerima email dan berdiskusi secara langsung dengan mahasiswa-mahasiswa yang concern untuk terlibat dalam kancah perjuangan mewujudkan ide Ekonomi Pancasila. Bagi saya, mereka lah masa depan Ekonomi Pancasila. Konsolidasi antargenerasi diperlukan untuk menopang bangunan perjuangan Ekonomi Pancasila sehingga makin sistematis-terorganisasi, dengan semangat regenerasi dan kaderisasi pada kaum muda.

Keberadaan sosok-sosok pejuang yang gigih, seperti yang ditunjukkan Pak Muby, memang mutlak ada sebagai prasyarat tumbuh-kembangnya Ekonomi Pancasila. Namun, itu saja tidak lah cukup. Semangat dan isi yang terkandung dalam gagasan Ekonomi Pancasila itu sendiri jugalah yang akan selalu menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja yang peduli pada masa depan ekonomi rakyat Indonesia. Jika kita mau mengakui bahwa carut marut masalah struktural ekonomi hanya dapat dipecahkan dengan konsep yang utuh (komprehensif), konstitusional, dan visioner, maka itulah tempat bagi bersemainya mindset, ilmu, dan sistem Ekonomi Pancasila.

Sebuah Pendekatan Alternatif

Pengamatan sebagian orang terhadap isi Ekonomi Pancasila seringkali tidak lagi up-to date., atau bahkan terlalu simplistis. Pengembangan Ekonomi Pancasila memang berpijak pada kesadaran bahwa aneka masalah ekonomi bangsa tidak cukup dipecahkan dengan ilmu ekonomi an sich. Kita perlu ekonomi-politik, ekonomi-sosiologi, ekonomi-antropologi, dan ekonomi-lingkungan, sehingga Ekonomi Pancasila menggunakan pendekatan multidisiplin. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan manakala ada kesediaan untuk mengubah asumsi dasar manusia, tidak sekedar sebagai homo economicus (seperti dalam ekonomi neoklasik), melainkan juga sebagai homo socius dan homo ethicus sekaligus.

Sebagai homo ethicus dan homo socius, manusia memiliki pertimbangan moral/etika (agama) dan sosial yang mendorongnya untuk tidak mau dikendalikan pasar yang materialistis, melainkan mengutamakan kepentingan bersama dalam suatu tatanan masyarakat yang berasas kekeluargaan (brotherhood) dan kebersamaan (mutualism). Kesejahteraan sosial tidak dapat dianggap sebagai manifestasi kesejahteraan individu yang masing-masing mengejar kepentingan mereka sendiri (Swasono, 2005). Itulah asumsi dasar yang dibangun dalam ilmu ekonomi Pancasila.

Pendekatan dan asumsi di atas dibangun atas keyakinan bahwa ilmu ekonomi tidaklah bebas nilai (value-free), melainkan justru sarat nilai (value-ladden-istilah Gunnar Myrdal-). Sistem dan ilmu ekonomi sangat terkait dengan ideologi, sejarah, sistem nilai, dan sistem sosial-budaya (kelembagaan) masyarakat di mana sistem dan ilmu itu dikembangkan. Oleh karena itu dominasi paradigma positivistik yang menganggap kebenaran, relevansi, dan manfaat ilmu ekonomi konvensional (neoklasik-Barat) bersifat universal ditolak oleh (pemikir) Ekonomi Pancasila..

Positivisme hanya mengarahkan pendidikan ekonomi kita untuk semata-mata berorientasi Barat (Amerika), yang memiliki sejarah, ideologi, sistem nilai, dan sistem sosial-budaya, yang jelas berbeda dengan Indonesia. Oleh karena itu, sistem dan Ilmu ekonomi Indonesia harus digali dan dikembangkan berpijak pada realitas ekonomi (real-life economy) masyarakat Indonesia sendiri pula. Berdasar itulah Ekonomi Pancasila dikembangkan melalui penelitian-penelitian lapangan tentang ekonomi rakyat Indonesia dan pola-pola pendidikan hadap masalah (problem-posing education).

Optimis Merajut Masa Depan

Ekonomi Pancasila telah dikukuhkan Pak Muby untuk melawan berkembangnya paham kapitalis-neoliberal yang makin merasuk dalam sendi-sendi kebijakan ekonomi pemerintah dan pengajaran ekonomi di setiap tingkatan. Ekonomi Pancasila juga menolak globalisasi ekonomi dalam wujudnya sekarang yang sekedar kepanjangan neoliberalisme dan imperium (korporatokrasi) global dengan agenda pasar bebasnya (Mubyarto, 2005). Pasar bebas makin menjauhkan upaya pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang dicita-citakan dalam Ekonomi Pancasila. Tatanan ekonomi kapitalistik yang terbentuk pun makin meminggirkan ekonomi rakyat yang menjadi concern Ekonomi Pancasila.

Prasyarat tumbuh kembang Ekonomi Pancasila itu masih ada, dan mungkin di masa-mendatang akan makin ada. Selama kita percaya bahwa, ilmu dan sistem ekonomi harus berlandaskan moral dan etika (ketuhanan), ketimpangan harus dilawan dengan pemerataan, kepentingan ekonomi nasional harus diperjuangkan, ekonomi rakyat harus diberdayakan, dan keadilan sosial harus diwujudkan, maka ini akan menjadi ladang yang luas bagi tumbuh-suburnya Ekonomi Pancasila. Pun, selama kita sadar bahwa ilmu ekonomi tidak mampu berdiri sendiri, manusia bukan saja makhluk ekonomi, dan ilmu ekonomi tidak boleh bebas nilai, maka ini akan menjadi air penyiram bagi mekarnya pemikiran-pemikiran Ekonomi Pancasila.

Selama kita ingin merancang masa depan yang lebih baik, dengan tidak mau tunduk begitu saja pada paham dan kepentingan ekonomi asing (imperium global), tidak sudi sekedar menjadi kuli di negeri sendiri, tidak rela diperdaya ajaran-ajaran ekonomi yang mendewakan pasar bebas, pertumbuhan ekonomi, investasi asing, dan utang luar negeri, maka itu akan menjadi energi yang akan senantiasa menyalakan semangat untuk mewujudkan dan menerapkan Ekonomi Pancasila. Dan apabila kita tidak alpa dengan jati diri bangsa yang termaktub dalam Pancasila, Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, maka Ekonomi Pancasila akan menjadi amanat konstitusi yang perlu diejawantahkan bersama-sama segenap elemen bangsa Indonesia.

Kiranya tidak perlu lagi ada keraguan perihal kelanjutan Ekonomi Pancasila, kecuali karena keraguan diri kita sendiri dalam menjawab tantangan zaman dan menuntaskan masalah-masalah struktural ekonomi bangsa. Ekonomi Pancasila adalah milik bangsa Indonesia. Ia bukan sekedar warisan Pak Muby untuk staf-stafnya di Pustep-UGM, melainkan warisan beliau untuk bangsa Indonesia. Jadi, mari kita berpikir, menulis, dan berdiskusi Ekonomi Pancasila. Itulah cara bijak untuk terlibat dalam kancah perjuangan mengembangkan ideologi, ilmu, dan sistem Ekonomi Pancasila. Selamat jalan Pak Muby, Bapak Ekonomi Pancasila, guru sekaligus ayah yang senantiasa mengajarkan sikap optimis dan rasa percaya diri. Kini saatnya menunjukkan optimisme tersebut dengan tidak ragu bersuara lantang, Ekonomi Pancasila maju terus!


Yogyakarta, 27 Mei 2005

1 comment:

Anonymous said...

berpikir, menulis, dan berdiskusi Ekonomi Pancasila memang baik untuk melestarikan Ek Panc, namun akan lebih baik lagi jika diimplementasikan sehingga sisi aplikatif akan terpenuhi. apalah artinya ilmu ketika hanya baik dan ideal dari sisi teoritis namun kosong dari sisi pelaksanaannya. btw I am approud of You.
bambang Suprayitno, FISE UNY